Kelas 14 Inch
Celengan rindu pada kemeriahan suasana kelas, kelucuan celoteh anak-anak, dan suara tawa riang dalam sebuah ruangan kelas rupanya akan segera pecah. Jumat, 7 Agustus 2020 mas menteri Nadiem Anwar Makarim menggelar siaran pers untuk menyampaikan penyesuaian SKB empat menteri. Pembelajaran tatap muka yang sudah dinanti-nantikan oleh insan pendidikan kini dapat dilaksanakan. Tidak hanya pada sekolah yang berada di zona hijau saja. Sekolah yang berada di zona kuning boleh melaksanakan pembelajaran tatap muka dengan protokol kesehatan yang sangat ketat tentunya.
Entah kabar baik
atau kabar buruk, yang jelas sebagai pendidik masih ada gamang. Yang saya
bayangkan sebagai guru kelas 1 SD, euforia anak-anak saat pertama kali bertemu
teman-temannya. Pekerjaan yang tidak mudah menjaga anak untuk menghindari
kontak fisik. Karena pada dasarnya yang paling dirindukan saat di sekolah
adalah saat bermain bersama teman. Berlarian, kejar tangkap, bergandengan,
berkerumun, berbagi makanan. Oh, tidak! Bagaimana kalau itu yang terjadi saat
mereka kembali ke sekolah? Karena selama kurang lebih 6 bulan ini mereka sudah
menahan diri dengan adanya kebijakan
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
Kesehatan dan
keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga dan
masyarakat umum harus tetap menjadi prioritas utama. Akan lebih aman dan nyaman
jika pembelajaran tatap muka dilaksanakan saat lingkungan sekolah sudah
dinyatakan sebagai zona hijau. Meskipun dalam perjalanannya harus mendapati
banyak kendala. Beberapa kendala yang muncul diantaranya adalah orang tua yang
sudah mulai mengibarkan bendera putih dalam mendampingi anak-anak belajar.
Anak-anak juga sudah bosan dengan aktivitas belajar di depan layar kaca. Dan
tidak sedikit anak-anak yang tidak bisa mengikuti program PJJ, karena orang tua
yang juga memiliki aktivitas di luar rumah. Anak tinggal di rumah hanya dengan
pembantu atau kakek dan nenek yang kurang paham dengan media PJJ.
Kondisi yang
tidak nyaman dengan masalah PJJ yang terus bermunculan menjadi tantangan bagi pendidik
untuk bisa menakhlukkannya. Salah
satunya adalah bagaimana mengelola kelas yang hanya seluas 5 sampai 14 inch dapat mewakili suasana
belajar di kelas tatap muka. Sebagai pendidik pantang mati gaya, kreativitas
dan inovasi sangat dibutuhkan. Saatnya guru move
on, meningkatkan kompetensi dalam mengembangkan metode pembelajaran yang
adaptif dengan kondisi saat ini. Selama 6 bulan guru sudah meninggalkan kapur,
spidol dan papan tulis yang sebelumnya menjadi senjata ampuh. Mau tidak mau
suka atau tidak, media pembelajaran yang efektif telah bergeser ke media
digital. Tentu saja butuh usaha yang lebih keras lagi bagi guru, karena
faktanya masih banyak yang belum terampil menggunakan IT.
Sebenarnya
banyak hikmah dibalik kondisi yang serba sulit ini. Guru lebih memiliki
kesempatan untuk mengembangkan kompetensinya. Yang sebelumnya untuk sekedar
mengikuti seminar atau workshop guru harus banyak pertimbangan, karena
jadwal mengajar yang padat. Saat ini
hampir setiap hari ada webinar, workshop, diseminasi, dan pelatihan secara
daring yang diselenggarakan kemendikbud maupun swasta. Guru tidak perlu datang
ke suatu tempat, bisa mengikuti sembari memantau aktivitas siswa. Dengan
mengukuti kegiatan peningkatan kompetensi tersebut, guru mendapatkan banyak
informasi dan pengetahuan terkait pengelolaan PJJ. Yang paling nampak adalah
meningkatnya kompetensi guru dalam pengembangan media pembelajaran berbasis IT.
Selain itu guru dapat berbagi pengalaman dan praktik baik dalam pembelajaran
dengan bertemu komunitas guru dari berbagai daerah.
Laporan
pelaksanaan Belajar Dari Rumah (BDR)
selama ini, juga menampakkan banyak pemandangan-pemandangan indah. Dari
sisi siswa, kita bisa melihat perkembangan kecakapan hidup, karakter, dan
kreativitas melalui dokumentasi yang dikirimkan orang tua. Biasanya mereka
berangkat pagi-pagi dan pulang sore hari tentunya sudah sangat lelah untuk
membantu pekerjaan rumah. Dengan BDR ini mereka memiliki banyak waktu untuk
membantu orang tua mulai dari menyapu, mencuci baju, dan memasak. Mereka juga
bisa lebih banyak waktu dalam melaksanakan ibadah keagamaan. Disisi lain ketika
mereka tinggal di rumah saja, anak-anak menjadi lebih kreatif. Ada yang
tiba-tiba bisa editing video, mengirimkan videonya ke group kelas. Ada juga
yang jadi seft di rumahnya coba-coba resep masakan. Ada yang membuat kerajinan
tangan, menggambar dan melakukan eksperimen. Bahkan ada yang meraih berprestasi
dengan mengikuti even-even lomba yang dilakukan secara daring.
Amanah bapak pendidikan Ki Hajar Dewantara, bahwa
semua orang adalah guru, semua orang adalah siswa, dan semua tempat adalah
sekolah, kali ini benar
terbukti. Pengalaman selama
kurang lebih enam bulan melaksanakan PJJ telah membuktikan betapa pentingnya peran
orang tua sebagai guru utama dan pertama. Oleh sebab itu hal yang terpenting dalam pelaksanaan PJJ ini adalah
komunikasi yang baik antara orang tua dan guru. Karena orang tua adalah mitra
terpenting bagi guru dalam melaksanakan PJJ. Orang tua yang telah memfasilitasi siswa dalam
PJJ. Peran guru di sekolah lebih banyak
dalam menyiapkan sumber belajar, media pembelajaran, dan penilaian.
Berdasarkan
hasil evaluasi bersama orang tua dan siswa, pola-pola PJJ yang efektif menurut
mereka antara lain adalah; membaca rangkuman yang diberikan guru, menonton
video pembelajaran, mengerjakan kuis, pertemuan virtual untuk mendiskusikan
materi yang telah dipelajari, dan penugasan baik yang terstruktur maupun tidak
terstruktur. Dengan demikian pola-pola tersebut yang akan di gunakan. Sedangkan
kegiatan yang paling disukai anak-anak
adalah pertemuan virtual dan kuis melalui game edukasi. Tidak dapat
dipungkiri sebagai generasi abad 21 siswa sudah sangat akrab dengan penggunaan
gawai. Namun bukan berarti diberikan kebebasan penggunaan gawai, semua harus
dengan pendampingan orang tua, agar terhindar dari dampak negatif.
Berbagai
platform pembelajaran online juga sudah disediakan oleh kemendikbud secara
gratis dan mudah diakses. Sangat disayangkan jika kita tidak manfaatkan. Salah
satunya adalah rumah belajar, yang menyediakan berbagai fitur diantaranya ada
sumber belajar, laboraturium maya, kelas digital, bank soal, buku sekolah
elektronik, peta budaya, karya bahasa dan sastra. Disamping itu ada rumah
belajar di TVRI serta suara edukasi bagi siswa yang tidak memiliki akses
internet. Guru bisa menugaskan siswa untuk belajar melalui sumber belajar
tersebut selanjutnya memberikan penguatan terkait materi yang sudah dipelajari.
Penguatan dapat dilakukan dengan cara diskusi dan Tanya jawab melalui pertemuan
virtual. Dengan diskusi dapat mengembangkan kemampuan siswa berpikir kritis,
keterampilan berkomunikasi dan berkolaborasi, serta mendorong siswa berpikir
kreatif.
Dukungan
pemerintah dalam hal ini kemendikbud sangat membantu pelaksanaan PJJ. Permendikbud
No. 19 Tahun 2020 Tentang Perubahan Permendikbud No. 8 Tahun 2020 Tentang Petunjuk
Teknis Bantuan Operasional Sekolah Reguler Selama masa penetapan Status
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19, Sekolah dapat menggunakan dana BOS
Reguler untuk ; Honorarium untuk Guru (termasuk mengajar dari rumah dalam masa
penetapan Status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19) . Pembelian pulsa,
paket data, layanan pendidikan daring berbayar bagi pendidik dan peserta didik
dalam rangka pelaksanaan pembelajaran di rumah. Pembelian cairan atau sabun
pembersih tangan, pembasmi kuman (disinfectant), masker atau penunjang
kebersihan lainya.
Dukungan
pemerintah pada pelaksanaan PJJ melalui dana BOS ini menjadi berita yang
menggembirakan bagi sekolah, guru, dan orang tua. Sekolah dapat menggunakan
dana BOS untuk fasilitas PJJ dengan menambah kecepatan internet dan membeli
peralatan pembelajaran daring. Apa lagi
yang harus dicemaskan? PJJ yang mendapat dukungan dari berbagai pihak, sekolah,
keluarga, masyarakat luas, dan
pemerintah, tidak akan mengurangi esensi dari pembelajaran itu sendiri. Berbagai
permasalahan dapat dicari solusi dengan sinergi antara sekolah, guru, dan orang
tua. Seperti yang diajarkan oleh bapak pendidikan Ki Hajar Dewantara tentang “tri pusat pendidikan,” bahwa
pendidikan anak diperoleh dari lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah, dan lingkungan masyarakat. Jadi dimanapun siswa dapat tetap belajar, meskipun
hanya lewat layar 14 inch.
Komentar
Posting Komentar